25 Okt 2013

Ciri Orang yang Bersegera dalam Kebaikan

Ciri Orang yang Bersegera dalam Kebaikan

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ
إنَّ الحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ ونَستَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِالله مِنْ شُرُورِ أنفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أعْمَالِنا مَنْ يَهْدِه الله فَلا مُضِلَّ لَهُ ومن يُضْلِلْ فَلا هَادِي لَهُ، أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه، اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ ِفي اْلعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
فَيَا أَيُّهَا اْلمُسْلِمُوْنَ اَّلذِيْنَ رَضُوْا بِاللهِ رَبًّا وَبِاْلِإسْلامِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَرَسُوْلًا، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَا نَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ اْلمُؤْمِنُوْنَ اْلمُتَّقُوْنَ، حَيْثُ قَالَ عَزَّ مَنْ قَائِل :
]  يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ [ -آل عمران: 102
 ] يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا [ -النساء: 1
 ] يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا`يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا [ -الأحزاب: 70-71
أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرَالْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم وَشَرَّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا أَلَا وَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ.
Allahu Akbar 3x La ilaha illallah wallahu Akbar Allahu Akbar wa Lillahil Hamd
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah…,
Yang pertama; segala puja dan puji syukur kita haturkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’alaatas semua nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga, terlebih nikmat hidayah dan iman yang hanya Dia berikan kepada hamba-hamba pilihan-Nya. Rasulullah pernah bersabda,
« إِنَّ اللَّهَ قَسَمَ بَيْنَكُمْ أَخْلاَقَكُمْ كَمَا قَسَمَ بَيْنَكُمْ أَرْزَاقَكُمْ وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُعْطِى الدُّنْيَا مَنْ يُحِبُّ وَمَنْ لاَ يُحِبُّ وَلاَ يُعْطِى الدِّينَ إِلاَّ لِمَنْ أَحَبَّ فَمَنْ أَعْطَاهُ اللَّهُ الدِّينَ فَقَدْ أَحَبَّهُ ».
“Sesungguhnya Allah membagi akhlak kalian sebagaimana membagi rizki, dan sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memberikan dunia kepada orang yang Dia cinta, dan tidak Dia cinta, tetapi Dia tidak mengaruniai dien kecuali kepada orang yang Dia cinta, maka sesiapa saja yang dikaruniai dien oleh Allah maka sungguh Dia telah mencintanya.”(HR. Ahmad).
Lebih dari itu, dan ini yang perlu kita sadari bersama; nikmat iman inilah yang paling diinginkan oleh orang-orang kafir di neraka jahannam kelak. Allah Ta’ala berfirman,
 [رُبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا مُسْلِمِينَ (2) ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الأمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ ]
“Orang-orang yang kafir itu sering kali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim. Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dibuai oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka).” (Al-Hijr : 2-3).
Dan karena nikmat iman ini pula, Allah mewajibkan shiyam ramadhan kepada kita, orang-orang beriman melalui firman-Nya,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Al-Baqarah : 183).
Yang kedua; shalawat dan salam kita haturkan kepada uswah hasanah dan qudwah shalihah kita, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, sebagaimana Allah dan malaikat-Nya bershalawat untuk beliau. Allah berfirman:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat atas Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al Ahzab : 56).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
الْبَخِيْلُ مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ ثُمَّ لَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ
“Yang disebut orang bakhil adalah orang yang apabila namaku disebut namun ia tidak bershalawat kepadaku.” (HR. Ahmad Ibnu Hibban dan al Hakim).
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda,
مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا
“Barang siapa bershalawat kepadaku” kata Nabi, “Maka Allah akan bershalawat kepadanya sebanyak sepuluh kali.”
Tak lupa pula, shalawat dan salam semoga terlimpah ruah kepada keluarga beliau, para shahabat, para tabi’in, dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka hingga hari kiamat kelak. Semoga kita termasuk bagian dari mereka. Aamien.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa Lillâhil Hamd,
Ma’asyiral Muslimin Yahdikumullah….,
Pada saat ini, pada hari yang berbahagia ini, lantunan takbir, tahlil, dan tahmid berkumandang di seluruh penjuru dunia; kaum muslimin tengah merayakan salah satu hari raya mereka sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah yang telah memampukan mereka menyelesaikan bulan Ramadhan yang mulia; bulan yang penuh dengan fadhilah, barakah, rahmah dan maghfirah. Bulan dimana pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan syetan-syetan dibelenggu. Bulan yang membuat kita merasakan nikmatnya beribadah, bulan yang membuat kita terkadang menitikkan air mata taubat ketika membaca Al-Qur’an yang penuh dengan peringatan dan teguran, bulan yang membuat kita jauh dari kemaksiatan, bulan yang membuat kita serasa dekat dengan kematian sehingga kita harus lebih memperbanyak perbekalan, bulan yang membuat kita dekat dengan Allah sehingga teringat sudah siapkah kita bila kita menghadap-Nya, pada saat ini juga…,
Bulan mulia itu kini telah berlalu, pergi meninggalkan kita dengan kesan-kesan yang mendalam bagi pribadi masing-masing kita….,
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa Lillâhil Hamd,
Ma’asyiral Muslimin Arsyadakumullah….,
Ramadhan, bulan yang penuh dengan pahala itu kini telah meninggalkan kita. Pada bulan yang mulia ini, kita dibiasakan untuk shalat malam, tidak hanya tiga-lima rekaat, tapi sebelas rekaat; tentang shalat malam, Allah Subhânahu wa Ta’ala pernah menjanjikan,
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا
“Dan pada sebagian malam, maka bertahajudlah kamu (dengan membaca Al-Qur’an) sebagai ibadah tambahan bagimu, semoga Allah mengangkat kamu ke maqam (kedudukan) yang terpuji.” (Al-Isra’ : 79).
Shalat malam ini, dulu memang dikhususkan untuk Nabi, tapi di kemudian hari, ini juga berlaku bagi umatnya. Maka, betapa indahnya, apa yang dikemukakan oleh Sayyid Quthb dalam tafsirnya, Fî Zhilâlil Qur’ân (5/40) tentang “’Asâ an yab’atsaka Rabbuka maqâman mahmûda, semoga saja Allah mengangkat kamu ke maqam (kedudukan) yang terpuji.” Beliau berkata, “Dengan shalat, dengan Al-Qur’an, dan shalat tahajud dengan membaca Al-Qur’an, dan juga dengan interaksi berkesinambungan dengan Allah inilah jalan yang mengantarkan kepada maqaman mahmûda (kedudukan yang terpuji). Kalau RasulullahShallallâhu alaihi wa sallam saja diperintahkan untuk shalat dan tahajud, serta membaca Al-Qur’an dengan harapan agar Allah mengangkat beliau ke tempat terpuji yang diizinkan untuk beliau tempati, padahal beliau adalah orang pilihan lagi terbaik, maka betapa selain beliau lebih butuh kepada sarana-sarana yang bisa mengantarkan ke tempat terpuji itu, inilah jalan itu, dan inilah bekal jalan itu.” Qiyamullail.
Pada bulan ramadhan, kita juga dibiasakan untuk membaca Al-Qur’an; yang tentang membacanya, Nabi Muhammad ­Shallallâhu alaihi wa sallam pernah bersabda,
« مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ ».
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitabullah, maka ia mendapatkan satu kebaikan, dan satu kebaikan itu akan dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan. Aku tidak mengatakan Alif-lam-mim satu huruf, tapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf.” (HR. At-Tirmidzi, Ad-Darimi dan Al-Hakim).
Maha suci Allah, betapa agungnya karunia Allah; Dia bermurah hati melipatgandakan pahala amal hamba-hamba-Nya, dan memberikan balasan yang lebih baik daripada yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya. Kalau membaca alif-lam-mim saja berpahala tiga puluh kebaikan, seberapakah yang kita dapatkan ketika membaca Al-Fatihah, kemudian dilanjutkan Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisa’…, dan berapa banyakkah pahala yang kita dapatkan ketika sudah menghatamkan Al-Qur’an. Hanya Allah yang bisa menghitungnya…,
Pada bulan Ramadhan, kita juga diperintahkan untuk makan sahur, yang Nabi Shallallâhu alaihi wa sallam pernah bersabda,
« تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِى السَّحُورِ بَرَكَةً »
“Makan sahurlah kalian, karena sungguh, di dalam sahur itu ada barakahnya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ad-Darimi, dan Ahmad).
Terlebih, bila kita menggunakan waktu sahur untuk beristighfar; di mana kebiasaan ini merupakan salah satu ciri orang bertakwa yang dijanjikan surga. Hal ini ditegaskan oleh Allah  dalam firman-Nya; dalam surat Adz-Dzâriyyât ayat 18,  
إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ (15) آَخِذِينَ مَا آَتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ (16) كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ (17) وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ (18)
Wa bil ashâri hum yastaghfirûn, dan pada waktu sahur, mereka beristighfar.”
Lebih dari itu, kita semua juga melaksanakan shaum ramadhan selama sebulan penuh, padahal Nabi Muhammad Shallallâhu alaihi wa sallam menyebutkan agungnya pahala berpuasa dalam salah satu sabdanya,
« كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ، إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى، وَأَنَا أَجْزِى بِهِ » واللفظ للبخاري
« كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى، وَأَنَا أَجْزِى بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى » -واللفظ للمسلم
“Setiap amal anak adam adalah untuknya, kecuali puasa; ia milik-Ku, dan Aku yang akan membalasnya sendiri.” (HR. Bukhari).
“Setiap amal anak adam akan dilipatgandakan pahalanya dengan sepuluh kebaikan, hingga tujuh ratus kali lipat, adalah untuknya, kecuali puasa, ia adalah untuk-Ku, dan Aku yang akan membalasnya sendiri. Dia meninggalkan syahwat dan makanan, hanya karena Aku.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad, dan lafazh hadits ini adalah milik Muslim).
Bahkan, Rasulullah Shallallâhu alaihi wa sallam memberikan kabar gembira khusus bagi orang yang berpuasa ramadhan dengan sepenuh keimanan dan keikhlasan dalam sabdanya,
« مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ »
“Barangsiapa yang berpuasa ramadhan, dengan penuh keimanan (akan kewajibannya) dan mengharapkan pahala (sepenuh keikhalasan), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi).
Daftar kebaikan yang berpahala melimpah ini akan bertambah bila kita mau menyebutkannya satu per satu….,

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah….,
Tapi, mari sejenak kita bermuhasabah…., dengan merenungi salah satu firman Allah Ta’ala, yang diabadikan dalam firman-Nya; yaitu surat Al-Mu’minun ayat 60.
{ وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ }
“Orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut bahwa mereka akan kembali kepada Rabb mereka.”
Apa yang dimaksud dengan ayat yang mulia ini? Kita bisa memahami ayat di atas dengan jawaban Nabi kepada ibunda Aisyah. Di dalam sebuah hadits disebutkan,
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ فِى هَذِهِ الآيَةِ ( الَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ) يَا رَسُولَ اللَّهِ هُوَ الَّذِى يَسْرِقُ وَيَزْنِى وَيَشْرَبُ الْخَمْرَ وَهُوَ يَخَافُ اللَّهَ قَالَ « لاَ يَا بِنْتَ أَبِى بَكْرٍ يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ وَلَكِنَّهُ الَّذِى يُصَلِّى وَيَصُومُ وَيَتَصَدَّقُ وَهُوَ يَخَافُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ »
Dari Aisyah –Radhiyallâhu anha-, ia berkata, “Wahai Rasulullah –Shallallâhu alaihi wa sallam-, tentang ayat, ‘al-ladzîna yu’tûna mâ âtau wa qulûbuhum wajilatun annahum ilâ rabbihim râji’ûn”, apakah itu pada pencuri, pezina dan peminum khamer, dan dia takut kepada Allah?, beliau bersabda, “Bukan wahai putri Abu Bakar, bukan wahai putri Ash-Shiddiq, tetapi  adalah orang yang mendirikan shalat, berpuasa, dan bersedekah, tetapi dia taku kepada Allah Azza wa Jalla.” (HR. Ahmad dan Al-Hakim).
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa Lillâhil Hamd,
Ma’asyiral Muslimin Arsyadakumullah….,
            Surat Al-mukminun ayat 60 di atas adalah sambungan dari ayat-ayat sebelumnya; Allah menegaskan bahwa orang yang bersegera dalam kebaikan bukanlah orang yang dilimpahi harta dan anak ( ayat 55), bukan, bukan mereka yang bersegera dalam kebaikan; karena seringkali orang yang berlimpah harta dan anak justru orang yang tidak taat kepada Allah Ta’ala, tetapi yang dimaksud dengan orang yang bersegera dalam kebaikan adalah orang yang takut kepada Rabb mereka (ayat 57), beriman kepada ayat-ayat Rabb mereka (ayat 58), tidak menyekutukan Rabb mereka (ayat 59), dan bersamaan dengan itu semua, mereka adalah orang yang sudah mencurahkan semua daya-upaya untuk melaksanakan amal-amal shalih, tetapi ia khawatir kalau-kalau amalnya tidak diterima (ayat 60). Selanjutnya Allah menyudahi dengan, “Ulâ’ika yusâri’una fil khairât, wa hum lahâ sâbiqûn,mereka itulah orang yang bersegera dalam kebaikan, dan mereka berlomba-lomba menuju kebaikan.” (ayat 61).
Ya, setelah bersusah-payah beramal shalih, mereka khawatir kalau-kalau tidak diterima. Karena, sebagaimana yang disebutkan oleh Sayyid Quthb dalam tafsinya, Fî Zhilâlil Qur’ân(5/273), sungguh, hati orang mukmin itu merasakan hadirnya tangan Allah di atasnya; ia merasakan anugerah nikmat-Nya di setiap nafas, dan di setiap denyut nadi, oleh karena itu, ia memandang kecil semua ibadahnya, dan meremehkan semua ketaatannya, bila dibandingkan dengan nikmat dan karunia Allah yang mahaluas. Begitu pula, ia merasakan setiap dzarah kebajikan ada keagungan dan kebesaran Allah. Ia, dengan segenap perasaannya, juga bisa merasakan campur tangan Allah di setiap sesuatu di sekelilingnya, oleh karenanya, ia merasakan kewibawaan-Nya, dan takut kalau menemui Allah dalam keadaan bermalas-malasan dalam melaksanakan hak-Nya; tidak memenuhi hak-Nya dengan ibadah dan taat, dan juga dengan ma’rifah dan syukur.
Imam Al Qusyairi juga menjelaskan makna surat Al-Mukminun ayat 60 di atas dengan,“Mereka adalah orang-orang yang ikhlash dalam beribadah. Walau demikian, mereka merasakan ketakutan seolah mereka adalah pelaku maksiat. Mereka memandang diri sendiri dengan pandangan meremehkan dan menghinakan.”
            Ini adalah salah satu ciri orang-orang yang bersegera dalam kebaikan; khawatir dan takut amal tidak diterima sekalipun sudah berlelah-letih dalam beribadah, dan ini adalah sifat orang-orang beriman;
            Lihatlah, Abul Anbiya’, Khalilurrahman, Ibrahim; nabi yang selalu kita berdoa agar Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada beliau, di samping Nabi Muhammad, itu berjasa dalam sejarah peradaban manusia; beliaulah yang berdoa kepada Allah agar Allah menjadikan Mekah negeri yang aman (Ibrahim : 35),  dan beliau pula yang berdoa agar Allah menghadirkan di tengah-tengah Mekah orang yang diutus menjadi rasul yang bertugas untuk membacakan ayat-ayat Allah, mengajarkan Al-Kitab dan Al-Hikmah, serta mensucikan hati manusia (Al-Baqarah : 129), dan beliau pula yang meninggikan dasar-dasar Baitullah bersama putranya, Ismail (Al-Baqarah : 127), tapi bersamaan dengan itu semua, salah satu rasul ulul azmi, Nabi Ibrahim Alaihis salam, dan putranya Isma’il menyerahkan semuanya kepada Allah, dan berdoa dengan sepenuh hati yang tunduk, “Rabbanâ taqabbal minnâ, innaka antas samî’ul alim, duhai Rabb kami, terimalah amalan kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah : 127).
            Oleh karenanya, ketika menafsirkan ayat ini, “wa idz yarfa’u Ibrahîmal qawâ’ida minal baiti, wa Ismâ’îlu Rabbanâ taqabbal minnâ, innaka antas samî’ul alim, dan ingatlah ketika Ibrahim dan putranya, Isma’il meninggikan dasar-dasar Baitullah, seraya berdoa, ‘Duhai Rabb kami, terimalah amalan kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah : 127).
            Ayat ini, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsîr Al-Qur’ânil Azhîm(1/427), bermakna, ‘Dan ingatlah wahai Muhammad kepada kaummu, tentang amal Ibrahim dan Ismail dalam membangun Baitullah, serta meninggikan dasar-dasarnya, seraya berdoa,“Rabbanâ taqabbal minnâ, innakas samî’ul alîm.” mereka tengah beramal shalih, tetapi keduanya memohon kepada Allah Ta’ala agar Dia berkenan menerima amal mereka.
            Oleh karenanya, Wuhaib bin Ward, ketika membaca, “wa idz yarfa’u Ibrahîmal qawâ’ida minal baiti, wa Ismâ’îlu Rabbanâ taqabbal minnâ, innaka antas samî’ul alim, dan ingatlah ketika Ibrahim dan putranya, Isma’il meninggikan dasar-dasar Baitullah, seraya berdoa, ‘Duhai Rabb kami, terimalah amalan kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah : 127), beliau menangis, dan berkata, “Wahaikhalilurrahman, engkau telah meninggikan dasar-dasar Baiturrahman, tetapi engkau takut hal itu tidak diterima darimu.” (Tafsir Ibnu Katsir : 1/427).
            Kalau hamba Allah semisal Ibrahim, rasulAllah yang merupakan manusia pilihan-Nya saja meminta agar Allah sudi menerima amalnya, maka kita lebih pantas untuk selalu berdoa,“Allahumma taqabbal minna shiyamana wa qiyamana wa shalatana wa shadaqatana wa sa’ira ibadatina.”
Sungguh, ini adalah kebiasaan para salaf; khawatir kalau amalnya tidak diterima.
Inilah Hatim. Ketika ditanya oleh Ashim bin Yusuf, “Wahai Hatim, bagaimana kamu shalat?” beliau menjawab, “Aku berdiri sesuai yang diperintahkan, berjalan dengan tenang, memulai shalat dengan menghadirkan niat, bertakbir dengan keagungan, membaca dengan tartil dan perenungan,  ruku’ dengan khusyu’, sujud dengan tawadhu’, berucap salam sesuai sunah dan dengan penuh keikhlasan kepada Allah Azza wa Jalla, tetapi aku khawatir bila shalatku tidak diterima.” (Shifatush Shafwah : IV/161).
Hasan Al-Bashri juga pernah berkata, “Aku pernah bertemu dengan kaum di mana mereka lebih zuhud terhadap apa yang Allah halalkan untuk mereka daripada kezuhudan kalian terhadap apa yang Allah haramkan atas kalian, dan aku juga bertemu dengan kaum di mana mereka lebih menghawatirkan kebaikan-kebaikan mereka jika tidak diterima daripada kekhawatiran kalian terhadap dosa-dosa kalian sendiri.” (Shifatush Shafwah : III/227).
Hal ini, karena permisalan orang mukmin, sebagaimana yang disebutkan oleh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi, adalah seperti orang yang menanam korma namun dia khawatir memetik duri, dan permisalan orang munafik adalah seperti orang yang menanam duri namun sangat berharap memanen korma. Mustahil. Orang yang berbuat baik akan dibalas kebaikan oleh Allah, dan orang-orang yang baik tidak akan menempati tempat para pendosa.” (Shifatush Shafwah : IV/160).
 Karena bukankah yang kita ucapkan kepada saudara seiman pada hari raya Iedul Fitri adalah taqabballahu minna wa minkum? semoga Allah menerima amal kami, dan kalian??
Maka, setelah berpuasa sebulan penuh, dan mengisi bulan yang mulia itu dengan amal-amal shalih, maka yang harus kita tanamkan dalam diri kita, di samping berharap (raja’) agar pahala shalat-shiyam-qiyam-tilawah-sedekah dan ibadah-ibadah kita diterima, adalah menghadirkan rasa khawatir (khauf) jangan-jangan Allah tidak berkenan menerima amalan kita; Allah menjadikan amal kita sia-sia tanpa pahala…., karena kedua hal ini mutlak diperlukan agar kita tidak berputus asa dari rahmat-Nya, dan juga memotifasi kita untuk beramal shalih, hanya untuk Allah semata.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa Lillâhil Hamd,
Ma’asyiral Muslimin Arsyadakumullah….,
Sebagai penutup dari khutbah iedul fitri, mari kita berdoa agar Allah berkenan menerima amal ibadah kita….,

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ ِفي اْلعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَّللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وْالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِى دِينِنَا وَدُنْيَانَا وَأَهْلِنَا وَمَالِنَا اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِنَا وَآمِنْ رَوْعَاتِنَا اللَّهُمَّ احْفَظْنِا مِنْ بَيْنِ أيَدينَا وَمِنْ خَلْفِنَا وَعَنْ يَمِينِنَا وَعَنْ شِمَالِنَا وَمِنْ فَوْقِنَا وَنعُوذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ نُغْتَالَ مِنْ تَحْتِنَا
رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ صَلَاتَنَا وَقِيَامَنَا وَصِيَامَنَا وَتِلَاوَتَنَا وَصَدَقَتَنَا وَزَكَاتَنَا وَنُسُكَنَا، وَجَمِيْعَ أَعْمَالِنَا، إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْم، رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ صَلَاتَنَا وَقِيَامَنَا وَصِيَامَنَا وَتِلَاوَتَنَا وَصَدَقَتَنَا وَزَكَاتَنَا وَنُسُكَنَا، وَجَمِيْعَ أَعْمَالِنَا، إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْم
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ اْلعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلَامٌ عَلَى اْلمُرْسَلِيْنَ وَاْلحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Sepenuh cinta,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar