Hidup adalah sebuah perjalanan panjang yang melelahkan namun juga menyenangkan. Bahagia, sedih, duka silih berganti datang menghampiri. Tanpa mampu ditolak dan dihindari oleh siapapun dan dengan kekuatan apapun.
Perjalanan panjang ini tentu akan sampai pada titik akhir. Suatu tempat dimana manusia akan menuai hasil dari perjalanan panjangnya. Karena sudah barang tentu perjalanan itu di tempuh untuk suatu tujuan.
Titik akhir itu adalah kematian yang akan membawa manusia pada suatu kehidupan baru yang berbeda dan sama sekali lain dari apa yang ia alami. Alam barzah dan alam akhirat, dimana semua manusia akan dimntai pertanggung jawaban atas apa yang selama ini dilakoninya selama hidupnya di dunia. Sebuah tempat penuh ujian dan tantangan.
Dahulu sebelum manusia dilahirkan, ia berada dalam alam arwah,di dalam rahim seorang ibu. Setelah Allah meniupkan ruh manusia kedalam jasadnya, iapun bertanya : ا لست بربكم“ Bukankah Aku ini Tuhanmu? “, Manusiapun menjawab :قا لوا بلى شهد نا , “ Mereka berkata :” Ya kami bersaksi bahwa Engkau adalah Tuhan kami”.
Akan tetapi semua persaksian manusia itu menjadi kabur tatkala manusia dilahirkan kedunia, keluar dari rahim Sang Ibu. Ini terjadi bukan karena manusia tidak mengakui bahwa Allah adalah Tuhannya, melainkan karena ia lebih mempertuhankan terhadap nafsu syahwatnya dan godaan akan gemerlapnya kehidupan dunia yang serba tampak dalam pandangan mata lahirnya.
Dunia adalah tempat dimana manusia harus menjalani kehidupannya yang penuh dengan ujian. Sebagai tempat ujian sudah barang tentu dunia penuh dengan berbagai tipuan yang menghanyutkan. Tak ayal, disana sini kita perhatikan banyak hiburan mengasyikkan dari siaran – siaran televsi, VCD, media cetak, internet sampai tempat – tempat wisata dan hiburan yang semuanya menyajikan hiburan pembangkit nafsu dan syahwat manusia.
Disisi lain duia juga menggambarkan kehidupan yang syarat dengan persaingan an, kompetisi untuk meraih sebuah pangkat, derajat, dan kehormatan. Mulai dari tngkat RT, kepala desa, camat, bupati, sampai dengan presiden. Demikian halnya dari santri, ustadz, kyai sampai pada masyayikh. Tak pelak inipun menimbulkan ketimpangan disana – sini.
Tak jarang kita menyaksikan tempat – tempat yang semestinya menjadi sumber dari kemulyaan justeru menjadi tempat bagi sumber kehancuran dan kehinaan. Sekolah yang mestinya menjadi tempat untuk mencari ilmu pengetahuan, justeru digunakan sebagai tempat untuk berebut jabatan dan mengeruk keuntungan sebanyak – banyaknya. Posisi presiden yang semestinya menjadi tempat untuk mengabdi pada rakyat malah justeru berubah menjadi predator yang siap untuk menerkam dan menghancurkan masyarakat grass root yang telah mengangkatnya.
Lebih gila lagi pondok pesantren yang menjadi tempat mengajarkan ilmu agama untuk menyelamatkan umat dan masyarakat banyak yang telah berubah menjadi sebuah alat dalm meraih kepentingan untuk mencapai kepuasan sesaat. Dalil – dalil agama diperjual belikan demi uang untuk melegitimasi kerakusan – kerakusan dan ketamakan duniawi semata. Mungkin bisa dihitung dengan jari, pesantren – pesantren yang mampu mempertahankan citra dirinya sebagai benteng umat dan masyarakat dalam menggapai ridlo Allah SWT.
Fenomena semacam inilah yang mungkin telah di sinyalir oleh qaul ba’dlul hukama’ :
فسا د كبير عا لم متهاتك
Artinya : “ Kerusakan yang besar adalah apabila ada seorang ‘alim yang mutahatik ( tidak mau menggunakan ilmunya untuk kebaikan )”.Sorang ‘alim yang tidak mampu menempatkan posisinya sebagai ‘alim dan hanya menggunakan ke’alimannya untuk mencengkeram orang lain dan untuk kesenangan dirinya semata maka sesungguhnya dia tidak semakin dekat dengan Allah melainkan semakin jauh dari Allah SWT. Hal ini telah di singgung Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya :
من ازداد علما ولم يزددهدى لم يزدد من الله الا بعد
Artinya : “ Barangsiapa yang semakin bertambah ilmunya dan tidak bertambah hidayahnya maka ia tidak bertambah kepada Allah kecuali bertambah jauh”.Dalam hadits tersebut Rasulullah SAW menerangan bahwa siapapun orangnya yang semakin bertambah ilmunya , sedang ia tidak bertambah hidayahnya, maka ia tidak semakin bertambah dekat kepada Allah melainkan semakin bertambah jauh dari Allah akan tetapi ia tidak merasa. Hadits ini juga memberikan pemahaman bahwa seseorang yang semakin bertambah banyak ibadahnya, riyadlohnya akan tetapi tidak di iringi hidayah dari Allah, maka sesungguhnya ibadahnya itu tidak menjadikan sebab baginya untuk dekat kepada Allah melainkan semakin jauh darinya. Ibadah yang hanya di dorong oleh nafsu semata tidak akan membawa pelakunya untuk sadar kepada Allah akan tetapi justeru akan menjadi penghalang baginya untuk sadar kpada Allah. Karena yang tampak ketika ia beribadah bukannya Allah akan tetapi adalah kemampuan yang ada pada dirinya untuk beramal sebanyak – banyaknya. Ia merasa menjadi seseorang yang suci dan pantas untuk masuk kedalam surganya Allah.
Banyak sekali hadits yang meneragkan tentang keadaan amal yang tidak ada artinya ketika di lakukan dengan tidak benar – benar diiring rasa sadar akan Allah SWT. Diantara hadits – hadits tersebut adalah :
كم من صائم ليس له من صيامه الا الجو ع وا لعطش
Artinya : “ Banyak sekali orang yang berpuasa akan tetapi ia tidak mendapatkan sesuatupun dari puasanya itu kecuali lapar dan dahaga”.
رب قا رئ القر ن وا لقران يلعنه
Artinya : “ Banyak sekali orang yang membaca Al qur’an, namun Al qur’an justeru mnjadi laknat baginya “.Hadits – hadits diatas memberikan isyarat akan banyaknya amal manusia yang tidak ada gunanya ketika dilakukan dengan tidak di sertai hidayah Allah SWT. Betapa sebenarnya amal itu adalah sulit tidak semudah yang kita bayangkan.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah hidayah itu bisa di usahakan ? Jawaban dari pertanyaan itu telah di sinyalir dan di berikan Allah SWT di dalam Al Quran yang menjadi sumber rujukan bagi seluruh umat islam. Allah SWT berfirman :
وا لذ ين جا هدوا فينا لنهدينهم سبلنا
Artinya : “ Dan orang –orang yang bersungguh – sungguh dalam menuju kepada-KU pasti akan Aku tunjukan kepada mereka jalan – jalan-KU”.Berkaitan dengan hal ini Imam Abu Hamid Muhammad ibnu Muhammad Al Ghazali berkata dalam kitab monumentalnya ( Ihya’ Uluumid Diin ) :
المجا هدة مفتاح ا لهداية لا مفتاح لها سواها
Artinya : “ Mujahadah adalah kunci hidayah, tidak ada kunci hidayah selain mujahadah”.Ditinjau dari segi semantic, kataمجا هده berasal dari fi’il madli جاهد yang memiliki arti saling bersunguh – sunguh, berperang. Adapun ditinjau dari definisi ulama’ tasawuf maka kata مجاهده di gunakan untuk menunjuk sebuah upaya yang sungguh – sungguh secara batiniah untuk melawan hawa nafsu untuk di arahkan sadar ma’rifat kepada Allah SWT. Dengan upaya dan usaha yang sungguh – sungguh dari jiwa manusia ini akan dapat mngantarkan manusia untuk menjadikan amalnya murni seratus persen hanya untuk Allah dan sadar bahwa ia mampu dan dapat beramal semata – mata juga karena fadlal dari Allah SWT. Dengan semakin menekan nafsu yang ada pada dirinya maka akan timbul sebuah kesadaran dalam diri manusia bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Perkasa sedang manusia adalah makhluk yan sangat hina. Kesadaran ini akan membawa manusia untuk senantiasa tunduk dan patuh pada setiap apa yang diinginkan dan di perintahkan Allah SWT. Manusia akan semakin mawas diri dan semakin sadar akan kelemahan dirinya.
Berkatan dengan hal ini, Allah juga menegaskan di dalam Al Qur’an bahwa nabinyapun senantiasa mawas diri dan tidak membiarkan dirinya dihinggapi dan di gerogoti oleh nafsu. Di tegaskan dalam Al Qur’an :
وماا برؤ نفسي ا ن ا لنفس لامارة بالسوء
Artinya : “Dan sekali – kali aku tidak pernah membiarkan nafsuku, sesungguhnya nafsu itu senantiasa mengajak berbuat buruk “.>Diskripsi diatas menggambarkan betapa manusia hidup di dunia ini adalah sebagi sebuah ujian baginya dalam memilih hal – hal yang ia gandrungi dalam hidup. Manusia bagaikan berada dalam sebuah persimpangan jalan antara ke kiri dan ke kanan. Kemana ia melangkah adalah sebuah keputusan yang harus ia ambil dan pasti di dalamnya ada berbagai macam resiko yang harus ia hadapi. Keputusan yang tepat akan membawanya kepada kebahagiaan yang hakiki. Sedang sebuah keputusan yang salah akan membawanya pada sebuah jurang penderitaan tiada henti selamanya.
Pada akhirnya kita harus merenung kembali untuk mencari sebuah hakikat sejati “ DARI MANA AKU BERASAL, UNTUK APA AKU HIDUP, DAN HENDAK KEMANA AKU PERGI “ Kalau orang tua – dulu bilang kita harus mencari “ SANGKAN PARANING DUMADI “. ALLAAHU A’LAM
Memandang jauh tanpa batas, melepas rasa tanpa kehendak. Jauh dilubuk sanubari setiap insan hidup dimuka bumi memiliki getaran rasa yang sulit untuk dipungkiri, yaitu Hak nurani untuk mengatakan kebenaran, kejujuran, keiklasan. bahasa inilah yang sanggup melewati dinding setebal lapisan bumi, setinggi lapisan langit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar