11 Apr 2015

Maafkankan aku sayang, aku hanyalah wanita biasa yang hina




Maaf ku telah menyakitimu
Bukan ku sengaja lakukan semua itu
Aku tak pantas disanjung,
Kesuksesan dunia bukanlah apa-apa yang harus ku banggakan,
Tak pernah sekalipun aku menganggapmu rendah
Aku hanyalah wanita biasa yang hina 
Yang tak mampu khianati hatiku
Dan tak mampu membendung rasa ini,
Rasa yang takkan pernah ku buang dari hatiku
Karna sampai saat ini aku masih menyayangimu...



Aku hanya ingin menjunjung tinggi ajaran yang slalu kau tanamkan duhai calon imamku...


               

             

                                                                                     Dari aku yang menantimu...

6 Apr 2015

Wisuda,pasca sarjanaku adalah awal. Bukan akhir!

 Serang Banten  hari itu, seakan menjelma menjadi kota bahagia. Senyum bahagia tersebar merekah, ucapan selamat dan bingkisan bunga ikut mengiringi, wajah-wajah bahagia terekam baik oleh lensa-lensa kamera. Para orang tua ada yang menitikkan air mata haru dan bahagia di ujung matanya, menyaksikan sang anak kini telah meraih sebuah gelar baru di belakang nama mereka, dalam hatinya mungkin terbesit, selesai juga perjuangannya mencari nafkah untuk membiayai pendidikan si anak.
Ya, Para pejuang ilmu yang telah bergelut kurang lebih empat hingga enam tahun,/2 thn untuk pasca sarjana kini mengenakan baju kebanggannya, toga. Sebagai symbol sebuah kelulusan dan keberhasilan. Meski aku tak di hadiri oleh orang yg ku sayangi tidak ikut serta di sana karena sebuah kegiatan yang mengharuskan dia gak bisa hadir namun dia bisa melihatnya dari foto-foto yang terpajang yg kukirim , betapa meriahnya hari itu. wajah-wajah yang cantik, bingkisan bunga yang indah, senyum orang tua mereka, hari wisuda memang menjadi hari kebahagiaan yang selalu dinanti oleh para mahasiswa.
Tak menyangka juga, ketika aku membuka pesan, ada sebuah pesan singkat yang menyadarkan dan membuat bibirku tersenyum cukup lama: Dear ukhti …Setiap akhir adalah awal permulaan yang baru.Selamat datang di dunia pasca kampus.Semoga ilmunya berkah,semakin Allah tambahkan pula jalan2 keluasan ilmu. Happy Gradution my lovely sista .Kau tahu,Allah menciptakanmu begitu istimewa. Selamat menikmati apa yang disebut “Indah pada Waktunya”.Semoga berkah segala perjuangan yang telah terlewati dan bersiap untuk perjuangan selanjutnya.Barakillah,semoga menjadi sarjana yang penuh manfaat. Terus berkarya!Terus ukir prestasimu.Sukses dunia akhirat… :)


Eh? Happy graduation..? aku.. sudah menjadi sarjana S2 sekarang?  ? hmm.. okay! Agak aneh memang, mendadak ada beberapa huruf yang ikut memanjangkan nama, tapi bagaimanapun itulah hasil dari perjuanganku 2 tahun kemarin. Agak terlambat memang, . Namun aku begitu bersyukur, bahwa aku bisa menyelesaikannya… di tengah perjalanan kuliahku yang terkadang terseok-seok. Seringkali di kala rasa kantuk yang begitu mendera, karena kuliah sambil mengajar/ guru di salah satu sekolah kejuruan di tanggerang  kupaksakan diriku di pagi hari untuk berkata, “Ayo cha Berangkat kuliah!” dan seringkali aku mencubit lenganku sendiri atau meminta teman mencubitku agar aku tidak tertidur di dalam kelas. Atau ketika musim ujian sementara sampai petang hari aku masih harus terus kuliah di saat aku kelelahan mengajar , dan ketika airmata ini berderai-derai, namun kutepuk lenganku sendiri sambil mengucapkan, “Ayo cha! Kamu bisa!”
Ya Allah… perjuangan itu… terlewati sudah… Alhamdulillah…
2 tahun, yang sebenarnya bukan hanya memberikan aku sekedar tambahan huruf berupa titel, namun lebih dari itu, lima tahun perjuangan itu telah mengantarkan aku hingga bisa seperti sekarang ini. Bukan cuma titel atau lembaran nilai-nilai IP, namun juga sahabat-sahabat yang hebat, yang telah mengajarkan aku makna sesungguhnya dari ‘maju terus pantang mundur’ sahabat-sahabatku, mereka semua yang ada di kampus. Mulai dari dosen, teman sekelompok, teman organisasi, penjaga kantin, anak-anak penjual koran, pak satpam yang baik, bahkan sampai teman-teman di sekolah tempat ku mendidik, yang selalu menularkan semangat, yang menyadarkan aku bahwa ilmu itu bukan hanya ada di dalam kelas, namun dimanapun kita berada disitulah ilmu itu, hingga akhirnya aku memilih untuk banyak mengikuti kegiatan agar semakin bertambah juga ilmu itu, hingga akhirnya aku bisa menyelesaikan kuliahku ini.
Namun seperti yang disampaikan calon imam ku dalam pesan singkatnya, bahwa setiap akhir adalah awal permulaan yang baru. Maka itulah hakikat wisuda yang sebenarnya. Di balik wajah kebahagiaan para mahasiswa bertoga, sebenarnya kita masih memiliki tugas yang lebih besar dari pada sekedar tugas yang ada dikampus. Yaitu bagaimana menjadi manusia yang bermanfaat dengan bekal ilmu yang telah kita isi selama bertahun-tahun di kelas.
Fiufh.. jika membayangkan, tentu itu sungguh berat sekali. Terlebih melihat wajah para orang tua, yang penuh harapan terhadap anaknya yang telah menjadi sarjana, yang tak pernah letih melantunkan doa-doa untuk anaknya…
Ketika sudah mencapai puncak, capailah puncak yang lain. begitu kiranya nasihat orang bijak yang pas untukku saat ini. Meski wisuda itu adalah puncak dari perjuangan kita selama di kampus, namun ia bukanlah akhir. Lihatlah jauh kedepan, masih banyak puncak yang harus kita daki lagi. Janganlah takut untuk memulai dari Nol, melangkah dari awal untuk mendaki puncak yang lebih tinggi lagi.
Karena wisuda sesungguhnya bukan disini. Karena wisuda sesungguhnya bukan ketika kita mengenakan toga kemudian bersalaman dengan pak rektor menerima ijazah. Wisuda sesungguhnya itu adalah nanti, di akhirat sana. Ketika kita menerima buku amal dengan tangan kanan, ketika berhasil melewati panasnya padang mahsyar, ketika Allah telah membukakan pintu syurganya, dan kita dipersilahkan masuk selamanya.
Subhanallah… itulah wisuda yang sesungguhnya. Puncak dari semua puncak.
Insya Allah, kita termasuk didalamnya… amin…
*Selamat kepada teman-teman perjuangan di kampus UNTIRTA, terimakasih penuh hormat untuk ayah dan mamah. Juga Terimakasih banyak untuk sahabat terbaikku,juga calon imam ku yg selalu membimbingku selama ini...

Tanggerang 10 April 2015
Sheryl Nissa Rahmah S.D.s. M.p.d..

31 Mar 2015

20 perilaku durhaka “ISTRI” terhadap “SUAMI”


  • Puasa Sunnah Tanpa Izin Saat Suami Di Rumah. Dari Abu Harairah,bahwa Rasulullah saw. bersabda: ” Seorang istri tidak halal berpuasa ketika suami ada di rumah tanpa izinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
  • Menceritakan Seluk Beluk Fisik Wanita Lain Kepada Suami.Dari Ibnu Mas’ud, ujarnya : Rasulullah saw. bersabda: “Seorang wanita tidak boleh bergaul dengan wanita lain, kemudian menceritakan kepada suaminya keadaan wanita itu, sehingga suaminya seolah-olah melihat keadaan wanita tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim).
  • Menolak Kedatangan Suami Bergilir Kepadanya.Seorang istri yang dimadu,tetap mempunyai kewajiban untuk mentaati perintahnya,menyenangkan hatinya, berbhakti dan selalu berperilaku baik kepada suaminya ketika ia datang bergilir.
tulisan saleh
  • Mentaati Perintah Orang Lain Di Rumah Suaminya.
  • Menyuruh Suami Menceraikan Madunya.
  • Minta Cerai Tanpa Alasan Yang Sah.
  • Mengambil Harta Suami Tanpa Izinnya.
  • Menerima Tamu Laki-laki Yang Tidak Disukai Suami. Dalam sebuah Hadits, Rasulullah telah menegaskan bahwa seorang istri diwajibkan memenuhi hak-hak suaminya. Diantaranya yaitu : a. Tidak mempersilakan siapapun yang tidak disenangi suaminya untuk menjamah tempat tidurnya. b. Tidak mengizinkan tamu masuk bila yang bersangkutan tidak disukai oleh suaminya. (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi, Hadits hasan shahih).
  • Tidak Menolak Jamahan Lelaki Lain.maka wanita-wanita yang shalih itu ialah yang taat lagi memelihara (dirinya dan harta suaminya) dikala suaminya tidak ada sebagaimana Allah telah memeliharanya…” (QS. An-Nisaa’ (4) ayat 34) Rasulullah menjelaskan bahwa seorang istri yang membiarkan dirinya dijamah lelaki lain boleh diceraikan. Hal itu menunjukan bahwa perbuatan istri tersebut adalah durhaka terhadap suaminya.
  • Tidak Mau merawat Ketika Suami Sakit. Bila seorang istri menolak merawat suami yang sakit dengan alasan sibuk kerja atau tidak ada waktu karena merawat anak, maka ia telah melakukan tindakan yang tidak benar.
  • Merusak kehidupan Agama Suami. Istri diperintahkan untuk membantu suaminya dalam menegakkan kehidupan beragama, sedangkan suami diperintahkan untuk membimbing istri menjalankan agamanya dengan baik. Karena itu, kalau istri tidak mau membatu suami menegakkan agama, apalagi merusak iman dan akhlak agama suami, sudah tentu ia menjerumuskan suaminya ke dalam neraka.
  • Mengenyampingkan Kepentingan Suami Dari Aisyah ra, ujarnya : saya bertanya kepada Rasulullah SAW . : ” Siapakah orang yang mempunyai hak paling besar terhadap seorang wanita?” Sabdanya : ” Suaminya”. Saya bertanya : ” Siapakah orang yang paling besar haknya terhadap seorang lelaki. ” Jawabnya : “Ibunya”. (HR.Bazaar dan Hakim; Hadits hasan) Jelaslah Hadits di atas bahwa kepentingan suami harus lebih didahulukan oleh seorang istri daripada kepentingan ibu kandungnya sesndiri.
  • Keluar Rumah Tanpa Izin Suami. Istri ditetapkan oleh Islam menjadi wakil suami dalam mengurus rumah tangga. Karena itu bilamana ia keluar meninggalkan rumah, maka dengan sendirinya ia harus lebih dulu mendapatkan izin suaminya. Bila ia tidak minta izin dan keluar rumah dengan kemauannya sendiri, maka ia telah melanggar kewajibannya terhadap suami, sedangkan melanggar kewajiban berarti durhaka terhadap suaminya.
  • Melarikan Diri Dari Rumah Suami Rasulullah saw bersabda : “Dua golongan yang sholatnya tidak bermanfaat bagi dirinya yaitu hamba yang melarikan diri dari rumah tuannya sampai ia pulang; dan istri yang melarikan diri dari rumah suaminya sampai ia kembali.” (HR. Hakim, dari Ibnu ‘Umar).
  • Menentang Perintah Suami. Di dalam rumah tangga, perintah yang harus dilaksanakan istri adalah perintah suami. Begitu juga larangan yang harus dilaksanakan istri adalah larangan suaminya. Sabda Rasulullah :” Tidaklah seorang perempuan menunaikan hak Tuhannya sehingga ia menunaikan hak suaminya”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah) Hadits tersebut tidak serta merta menempatkan kedudukan suami sederaja dengan Tuhan, tetapi hanya menerangkan bahwa jika hak suami untuk ditaati isstrinya yang sesuai dengan ketentuan Allah itu dilanggar oleh istrinya, ini berarti sama dengan istri melanggar perintah Allah SWT.
  • Tidak mau memenuhi Kebutuhan Seksual Suami. Perkawinan diatur oleh syari’at Islam untuk memberikan jalan yang halal bagi suami dan istri untuk melakukan hubungan seksual atau penyaluran dorongan biologis. Dengan demikian manusia dapat melakukan regenerasi keturunan dengan cara yang diridlai Allah SWT. Karena itu, Islam menegaskan bahwasanya istri yang menolak ajakan suaminya berarti membuka pintu laknat terhadap dirinya.
  • Tidak Mau menemani Suami Tidur. Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah bersabda : ” … Bila seorang istri semalaman tidur terpisah dari ranjang suaminya, maka malaikat melaknatnya sampai Shubuh.” Bila istri ingin tidur sendiri, sedang suaminya berada di rumah pada malam harinya, maka ia harus meminta ijin terlebih dahulu pada suaminya.
  • Memberatkan Beban Belanja Suami. Allah SWT telah menegaskan bahwa setiap suami bertanggung jawab memberi nafkah istrinya sesuai dengan kemampuan. Istri yang menyadari bahwa suaminya miskin tidak dibenarkan menuntut belanja dari suaminya hanya mempertimbangkan kebutuhannya sendiri sehingga memberatkan suaminya.melaksanakan 
  • tugas melaksanakan perintah-perintah suami yang berlaku dalam rumah tangganya. Rasulullah menggambarkan seandainya seorang suami memerintahkan suatu pekerjaan berupa memindahkan bukit merah ke bukit putih atau sebaliknya, maka tiada pilihan bagi istrinya selain melaksanakan perintah suaminya.




KISAH MENGHARUKAN SEORANG ISTRI YANG DIMADU

KISAH MENGHARUKAN SEORANG ISTRI YANG DIMADU
Cerita ini adalah kisah nyata dari sahabatnya sahabatku, yang tidak ingin disebutkan nama aslinya. Ia memintaku untuk menuliskan perjalanan cintanya dalam sebuah cerita. Semoga ini juga menjadi pembelajaran untuk kita semua dan bisa memetik hikmah dari sebuah peristiwa, walau pengalaman yang datang dari orang lain.
Cinta adalah sesuatu yang lembut dan halus. Mencintai dan dicintai adalah keinginan setiap orang, karena dengan saling mencintailah kebahagian itu akan tercipta. Mencintai tapi tak dicintai, adalah hal yang wajar karena cinta adalah perasaan yang tidak bisa dipaksa. kebahagiaan tak akan terasa ada jika terjalin dari keterpaksaan.
Tapi, bagaimana jika dua insan saling mencintai tetapi salah satunya tersakiti? Masihkah itu bisa disebut dengan cinta? Silahkan anda temukan jawabannya dalam kisah cinta di bawah ini. … selamat membaca ….
Kisah cinta ini berawal ketika aku mengenalnya lewat memori hujan di sudut kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Setelah pulang kerja, aku terdesak untuk mengikuti mata pelajaran tambahan di kampus. Tetapi naas, motor yang kukendarai dengan kecepatan tinggi jatuh terhempas di jalanan membuatku tak sadarkan diri. Entah bagaimana akhirnya, wanita itu membawaku ke rumah sakit terdekat.
Tiga hari aku dirawat di sana, dia lah yang menjagaku, karena aku sebatang kara di kota itu. Keluargaku ada di kota sebelah, orang tuaku asli
warga Banjarmasin dan menetap di sana. Sementara, aku kuliah di Palangkaraya sebagai anak kost dan bekerja di Pall Mall sebagai kasir.
Meskipun sebenarnya aku anak orang berada, tetapi aku lebih memilih hidup mandiri. Kuliah dari hasil pekerjaanku sendiri serta bantuan beasiswa yang kuterima dari Universitas Palangkaraya. Aku ingin jadi lelaki mandiri agar kelak bisa berdiri tanpa bergantung pada orang lain, terutama pada orang tuaku sendiri.
“Lize” nama wanita itu. Senyumnya menggetarkan jiwaku. Wajahnya cantik, secantik hatinya. Satu kata mulai terlahir dari hatiku yang mungkin terlalu cepat. Aku jatuh cinta padanya, saat pertama kali melihatnya. Gadis cantik itu bernama, Lize Kristiani. Keturunan Chines yang memilik wajah oriental suku Dayak Palangka.
Setelah kami saling berkenalan dan bertukar nomer hp aku sangat terkejut, ternyata dia seorang mahasiswi yang satu kampus denganku. Kondisiku yang belum sembuh betul karena luka yang cukup serius membentur tulang kakiku masih terasa pedih kurasakan, membuatku harus dituntun sampai ke dalam mobil. Lize, mengantarku sampai tempat aku kost ke jalan Krakatau.
Mulai saat itu, aku selalu merasa berhutang budi padanya.
Setiap hari, kami selalu pulang dan pergi ke kampus bersama. Pertemanan kami berakhir dengan berawalnya kisah cinta. Aku tak dapat menghindari perasaan ini, semakin aku menjauh darinya, semakin hatiku sakit.
Aku telah terpanah busur cintanya, walau sudah beberapa kali kupikirkan untuk menjauhinya, ternyata hanya membuat hatiku semakin terluka. Akhirnya, kuputuskan untuk kuteruskan saja cinta ini. Walau kutahu, aku telah salah memilih tambatan hati. Aku seorang Muslim, dan dia seorang Kristen.
Lize. Dia sangat mencintaiku, seperti itu pula cintaku padanya. Cinta ini lahir begitu saja tulus dari hati, sampai tak ada wanita lain yang bisa menggeser posisinya di hatiku. Sekian lama kebersamaanku dengannya, keluarganya pun turut merestui hubungan kami.
Mereka juga tahu, kami dari agama yang berbeda. Sudah hampir empat tahun cinta kami terjalin, sudah lebih sepuluh kali aku membujuknya memeluk agama Islam. Tapi, sudah sepuluh kali juga tiap aku memintanya untuk meninggalkan agamanya, dia malah memilih untuk memutuskan jalinan cinta yang kami bina. Semua itu membuat aku sangat terpukul.
Pernah satu kali dia memutuskan cinta, lalu meninggalkanku seminggu ke Jakarta, hatiku sungguh sangat terluka. “Padahal hanya seminggu” Aku, seperti orang gila yang terlihat normal. Tak ada satu orang pun yang bisa membuatku tersenyum.
Teman-temanku yang berusaha menghiburku dengan menghadirkan wanita lain di hadapanku juga tak ada gunanya. Baru kusadari cintaku pada Lize bukanlah cinta biasa.
Aku, kembali merasakan butir-butir kebahagiaan setelah ia ada di hadapanku, datang membawakan segelas lemon tea dan nasi rawon kesukaanku. Dia tahu, aku selalu telat makan. Lize menyuapiku tanpa bicara sepatah kata pun. Airmata mengalir di pipiku meruntuhkan derajat kelelakianku, tapi aku tak peduli itu. Aku pun memeluknya dengan sangat erat dan meminta maaf padanya.
“Rifky, aku mencintaimu, tapi aku tak pernah memaksamu untuk meninggalkan Tuhanmu” matanya berkaca-kaca memandangi wajahku dengan sendu.
“Maaf kan … aku … Ay … ( panggilan kesayanganku untuknya) aku janji tidak akan mengulangi hal bodoh ini lagi. Aku mencintaimu, kumohon jangan pernah tinggalkan aku lagi.”
Kuliah selesai, dan kami pun mengadakan Wisuda. Lize memintaku untuk segera melamarnya, aku pun tak menolak untuk hidup bersamanya. Aku pulang ke Banjarmasin dan berjanji akan kembali datang untuk melamarnya, setelah mendapatkan pekerjaan tetap.
Tetapi, masalah besar justru hadir setelah kepulanganku. Cintaku ditentang keras oleh orang tuaku. Ayah dan Ibuku ternyata telah menyiapkan jodoh untukku, yaitu putri sahabat Ayah seorang gadis muslimah dari Martapura, Kalimantan Selatan.
Wanita salehah yang juga cantik rupanya itu bernama, Ikhma. Aku tidak tertarik dengan wanita keturunan gadis Banjar-Arab itu. Bagaimana mungkin aku akan bahagia nantinya, jika aku harus menikah dan hidup bersama dengan wanita yang sama sekali tidak aku cintai?
Aku tak berdaya menolak paksaan kedua orang tuaku ,untuk segera menikah dengan Ikhma. Aku juga tak punya kekuatan untuk terlepas dari kuatnya cinta pada wanita pertama yang hadir di hidupku. Lize, dialah wanita yang menorehkan cinta teramat dalam di hatiku, yang menyesakan dadaku dengan menghadirkan kenangan manis yang selalu membuat aku rindu.
Wanita yang sering membuatku menangis karena takut kehilangan cintanya. Bagaimana mungkin aku bisa terlepas begitu saja untuk meninggalkannya? Sementara hatiku telah terkurung dalam penjara cintanya. Empat tahun bukanlah waktu yang singkat untuk menyayangi seseorang dalam kebersamaan, lantas melepaskannya begitu saja. Tentunya bukan hal yang mudah untuk kehilangan orang yang teramat dicintai.
****
Rasa berdosa kepada pengantin wanita di sebelahku, dan kepada wanita yang sedang menungguku terus memburu ke dalam hatiku. Kusebut nama yang salah dalam proses ijab kabul, yang akhirnya diulang berkali-kali membuat Ikhma nampak kecewa kepadaku.
Hatiku haru biru. Kesekian kalinya aku mendapat bimbingan, akhirnya kata sah keluar dari saksi kedua mempelai. Ikhma, dia resmi menjadi Istriku.
Setelah selesai shalat Isya berjamaah. Tak ada malam pertama setelah kami menikah, aku berdalih tak enak badan pada Ikhma. Padahal malam pertama, adalah malam terindah yang selalu dinantikan sepasang pengantin muda. Tapi tidak bagiku, pedih dan sedih mengumpat di dadaku. Ikma buatkan aku secangkir teh hangat dan membujukku untuk makan, aku menolak. Bahkan, aku tak meminum sedikit pun teh yang disiapkannya untukku hingga dingin.
Malam-malam selanjutnya kulakukan tugasku sebagai suami, meskipun saat melakukannya yang kubayangkan hanya wajah Lize. Wajah itu selalu membayang-bayangi di setiap hariku. Aku yang sebenarnya periang dan penyayang. kini berubah menjadi pribadi yang pendiam dan tertutup. Di rumah aku hanya bicara seperlunya, dan sekarang aku menjadi seorang lelaki yang mudah marah, walau aku tak pernah memukul wanita.
Sedikit saja Ikhma berbuat salah, aku selalu memakinya, memarahinya dengan meledak-ledak dan mengeluarkan kata-kata kasar. Kalaupun dia tidak salah, aku selalu berusaha mencari-cari kesalahannya.
Berulang kali kucoba ingin menceraikannya, selalu tak ada kekuatan untuk melakukannya. Tak ada dukungan dari siapapun, selain hatiku sendiri yang menentang. Pastinya orang tua dan keluargaku akan marah, karena mereka menganggap Ikhma wanita terbaik untuk hidupku dan masa depanku.
Meskipun Ikhma sering mendapatkan perlakuan yang tak enak dariku, ia selau sabar menghadapi tingkahku, walau ia tak mendapatkan hak nya sebagai seorang istri.
Setiap kali aku menghubungi Lize via telpon hatiku terasa sangat sakit, karena banyak kebohongan-kebohongan tercipta setelah aku menikah. Aku, yang sebenarnya telah bekerja di perusahaan besar di Banjarmasin dengan jabatan yang cukup tinggi, mengaku belum mendapatkan pekerjaan tetap. Sehingga, aku belum bisa menemui Lize ke Palangka untuk memenuhi janjiku yang tertunda, yaitu menikahinya.
Ikhma, sebenarnya ia wanita yang baik dan cantik, tapi hatiku tak pernah tergerak untuk mengakuinya sebagai istri. Sebelum berangkat ke kantor, Ikhma selalu menyiapkan segala keperluanku. Mulai dari menyiapkan makan, sampai memakaikan sepatu dan jasku. Terkadang, ia juga menyelesaikan tugas-tugas kantor yang belum sempat kuselesaikan.
Sebelum berangkat kerja ia selalu mencium tanganku dengan lembut, tapi aku tak pernah mengecup keningnya. Aku tahu, ia sangat mengharapkan kelembutan hatiku, merindukan sentuhan hangat juga merindukan kecupan kasih sayang dariku. Layaknya wanita lain yang mendapatkan kemesraan dari setiap pasangannya.
Sewaktu makan siang pun, ia selalu mengantarkan rantang makanan nasi rawon kesukaanku, walau tak pernah kusentuh masakan itu. Saat pulang kerja, aku tak pernah tersenyum menemui istriku yang membukakan pintu dengan dandanan yang cantik, bahkan sudah menyiapkan air hangat untuk mandi sore beserta baju gantiku.
Pahitnya, hatiku tak pernah tersentuh. Yang kutahu, apa yang ia lakukan untukku selalu salah di mataku. Aku, tak bisa membedakan mana yang hitam dan putih lagi., yang kutahu, ia selalu salah dan salah. Walau pun ia benar, di mataku ia tetap salah.
Lize. Aku pun tak punya pilihan lain. Dia, mengancam akan meninggalkanku, bila tidak segera menikahinya.
***
Tak ada wanita yang ingin dimadu, tapi tak ada juga lelaki yang ingin hidup satu atap dengan wanita yang tak pernah dicintai. Setiap kali aku memaksa diri untuk belajar menerima Ikhma dalam hidupku, namun apalah daya cinta itu tak pernah terasa ada.
Terluka dan terluka, itulah rasa yang telah tertoreh di dalam hatiku. Hanya sakit yang mengganjal didadaku, saat cinta bicara dengan orang yang salah bukan dari pilihan hati. Akhirnya aku harus berbohong pada Ikhma, akan ada tugas keluar kota untuk dua bulan ke depan untuk rencana pernikahan keduaku.
”Kuputuskan untuk menikahi Lize dengan cara Islam, walau pun aku telah melanggar hukum dan syariat Islam di dalamnya. Aku juga mengetahui larangan Allah dalam Firman-Nya: ..
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik hingga mereka beriman (masuk islam). Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walau pun ia menarik hatimu.
Dan janganlah kamu menikahkan wanita orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) hingga mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik meskipun ia menarik hatimu (Qs : Albaqarah :221).
Benar kata pepatah, sepandai-pandainya tupai melompat akan terjatuh juga.
Dua bulan berlalu, aku kembali ke Banjarmasin bukan karena Ikhma, tapi karena tanggung jawab pekerjaanku. Setelah empat bulan kepulanganku dari Palangka, Lize datang ke rumahku dan bertemu dengan keluarga serta istriku. Ia datang sebagai istri keduaku yang tidak hanya sendiri, tapi dengan jabang bayi yang ada di rahimnya hasil buah cinta kami.
Lize sempat pingsan dua kali saat aku mengakui kebohonganku, bahwa Ikhma adalah istri pertamaku. Aku membopongnya tubuhnya yang tak sadarkan diri ke kamar. Saat aku dihakimi oleh keluargaku dan istri keduaku, kulihat Ikhma lah yang paling tegar.
Tak ada setitik air mata mengalir di wajah sendunya, malahan ia sibuk menenangkan ibuku yang tak henti menangis dan memakiku. Padahal aku tahu, pasti dia lah orang yang paling terluka hatinya kala itu.
“Ay, bangun ay … ” Aku menyodorkan segelas air putih dan meminumi Lize yang mulai sadar. Kugenggam erat tangan Lize sambil memeluk erat tubuhnya. Aku tahu, Lize akan marah besar padaku saat ia tersadar nanti, karena aku membohonginya selama ini. Aku sama sekali tidak mempedulikan Ikhma, yang memanadangiku di balik pintu kamar dengan air mata yang menggenang di sudut matanya dari wajahnya nampak kelam dan suram.
Setelah Lize sadar, ia menangis menghambur ke pelukanku sekaligus memukul-mukul dadaku. Dalam pelukanku, kutenangkan ia agar berhenti menangis. Kusuapi ia, agar mau makan. Kubujuk Lize, untuk bisa memaafkanku. Kuceritakan semua yang terjadi dengan sebenar-benarnya, bahwa pernikahanku dengan Ikhma bukanlah keinginanku.
Lize, ia menerima kenyataan itu pastinya juga dengan hati yang sangat terluka. Malam itu, aku tidur dengan Lize. Sementara, aku tidak tahu Ikhma tidur di kamar mana. Yang kutahu, ia tidak mau kukembalikan pada orang tuannya.
Hidup satu atap dengan dua wanita bukanlah hal yang mudah, apalagi ada orang tuaku yang selalu menyertai di dalamnya. Kesukaran demi kesukaran terjadi. Orang tuaku yang menentang cintaku, terutama ibu, yang selalu menyalahkan Lize sebagai perebut suami orang. Dan konyolnya, ibu percaya kalau aku telah terkena guna-guna (ilmu hitam) dari Lize, gadis keturunan Suku Dayak asli sehingga aku tak pernah bisa melepaskannya.
Lize, ia diperlakukan orangtuaku dengan tidak adil. Seperti apa yang kulakukan kepada Ikhma, begitu juga yang dilakukan orangtuaku pada Lize. Aku mengancam Ibu akan keluar dari rumah, jika tidak menghormati Lize sebagai istriku. Tentunya Ibu tidak akan rela jika aku meninggalkannya, karena aku anak satu-satunya.
Tetapi, ibu juga membuat hatiku risau. Ibu mengancamku tak akan memaafkanku, jika aku tidak membagi cintaku dengan adil kepada dua istri yang keduanya masih sah sebagai istriku.
Terutama istri pertamaku, yang selama ini kusia-siakan. Ini hal yang tersulit yang harus kuhadapi. Tak ada wanita yang ingin digilir cintanya, apalagi dengan keadaan Lize yang sedang hamil muda.
Malam keempat, saat aku seranjang dengan Ikhma, aku tak dapat tidur. Bayanganku ada pada Lize yang berbaring di kamar sebelah. Mungkin ia sedang menangis atau kedinginan, karena tak ada aku di sampingnya menyelimuti tubuhnya, membelai rambutnya dan mencium keningnya sebelum tidur, hal yang tak pernah kulakukan pada Ikhma.
Aku juga tidak tahu wanita mana yang paling terluka hatinya. Di antara dua wanita ini hanya satu cinta yang kupunya, tentunya untuk Lize. Entah kapankah, aku akan bisa menjadi suami yang adil.
“A, aku rela kau madu dan membagi cintaku , asal jangan kau ceraikan aku …”
Ikhma memohon di hadapanku dengan airmata yang tak dibuat-buat. Aku hanya tertegun mendengar kata-kata itu, rasanya hatiku hampa sekali. Tak ada jawaban dariku, karena aku memang tak ingin menjawabnya. Dan untuk kesekian kalinya, kutorehkan luka di dadanya dengan caraku yang tak pernah lembut memperlakukannya.
Bahkan, aku lebih sering tidur dengan Lize dari pada dengan Ikhma, jika tak ada orang tuaku di rumah.
Pada malam selanjutnya yang dulunya tak pernah kukehendaki terjadi juga. Karena saat itu orang tuaku ada di rumah, aku pun haus bersikap lembut kepada Ikhma. Harusnya aku hanya tidur dengan Ikhma malam itu, tapi karena Lize mengatakan ia sedang tak enak badan, ia pun meminta untuk tidur bertiga di dalam kamar Ikhma, aku pun tak dapat menolak.
Kulihat Ikhma memalingkan tubuhnya, setelah aku mengecup kening Lize di hadapannya. Aku baru bisa tertidur, setelah Lize ada di sebelah kiriku sambil menenangkanku. Seperti biasa, setiap lewat dari jam satu malam menuju dini hari, Ikhma shalat tahajud.
Entah do’a apa yang ia minta pada Allah, sampai air matanya menetes di pipi. Kudengar samar-samar, ia inginkan agar aku bisa mencintainya dan memberi kasih yang sama, seperti orang ketiga yang hadir dalam cinta kami.
Wanita yang telah kusakiti untuk kesekian kali, malam itu bagai terlahir seperti bidadari surga, walau aku mulai tak mengerti dengan perasaanku. Entah dari mana datangnya, hatiku mulai tersentuh dengan cintanya. Malam itu, aku menggaulinya dengan sepenuh hatiku. Kupandangi wajahnya yang teramat cantik malam itu dengan rasa kasih yang luar biasa.
“Mamah … kau terlihat sangat cantik malam ini sepertinya … aku … telah … jatuh hati … padamu …”
“Katakah sekali lagi A … aku ingin mendengarnya..”
“Mamah, Kau … terlihat … sangat … cantik … malam ini … dan sepertinya … aku …”
Tak dapat kuteruskan kata-kata itu, mungkin karena hatiku agak sedikit tabu untuk mengakuinya. Ikhma menangis bahagia karena terharu, walau aku tak dapat meneruskan kata-kata selanjutnya.
Dan aku tahu, ia sangat ingin mendengar aku melanjutkan kata-kata itu, tapi aku tak bisa. Lidahku terasa kelu, urat leherku terasa kaku, tapi kata-kata itu memang tulus dari hatiku, walau pun sebelumnya aku tak dapat tidur karena terus memikirkan wanita keduaku.
Lize, ia tahu aku tidak hanya sekedar tidur dengan Ikhma, membuatnya sangat cemburu. Seakan, ia tak dapat menerima dan tak sanggup lagi hidup denganku.
Pagi tiba. Lize, memasukan baju-bajunya ke dalam koper. Aku merasa terpukul sekali. Aku membujuknya untuk tetap bersamaku sambil meminta maaf, aku juga menjelaskan padanya, apa yang telah aku lakukan tadi malam hanyalah sebuah kekhilafan yang terjadi di luar kendaliku.
Aku makin jadi serba salah, Ikhma menangis mendengar kata-kataku, bahwa tadi malam yang kami lakukan hanyalah suatu “kekhilafan.” Dan baru kali ini, aku juga peduli pada Ikhma.
Aliran darahku seakan berhenti, saat Lize meminta aku menceraikannya dan ia akan menggugurkan anakku yang ada di dalam kandunganya. Ia merasa sudah tak tahan hidup denganku, dengan cinta yang tak adil untuknya. Ikhma menuntun Lize masuk ke dalam rumah, untuk bicara baik-baik bertiga.
Karena hari itu hari Minggu, hanya ada kami bertiga di rumah. Aku sedang libur kerja, sementara orang tuaku telah berangkat ke luar kota setelah shalat subuh.
” Lize, jangan kau tinggalkan Mas Rifky, karena ia tak bisa hidup tanpamu …,”
“Mungkin kau bisa tegar menghadapi semua ini, tapi aku tidak ! Kau, telah merebut ia dariku. Aku sangat benci padamu ,Ikhma. Juga padamu, Rifky. Mengapa harus ada anak ini di rahimku, sementara kau sakiti aku dengan cintamu”
Lize menangis dengan emosi yang membara …
“Aku, tidak pernah merebut Mas Rifky darimu. Aku, menikah dengan mas Rifky karena perjodohan yang tak pernah ku tentang. Jika kutahu dia milikmu, pastinya aku tak akan menerima perjodohan itu.
Ia lelaki pertama di hidupku, yang membuatku terikat dalam tali perkawinan. Ku pikir, dengan adanya ikatan pernikahan akan ada kehidupan cinta di dalamnya, tapi sampai kini aku tak pernah menemui semua itu”
Mata Ikhma berkaca-kaca walau kelihatan nampak tegar.
“Mengapa kau tidak minta cerai darinya Ikhma, bukankah kau tak pernah bahagia selama hidup dengannya? kau, adalah racun yang mematikan dalam cinta kami”
“Demi Allah Lize, perceraian adalah sesuatu yang dibenci Allah walau diperbolehkan. Mas Rifky, adalah jodoh yang diberikan Allah yang ternyata bukan hanya untukku, tapi juga untukmu.
Untuk kujaga dan kuhormati pangkatnya dalam istana hatiku, yang selalu aku terima setiap perlakuan apa pun darinya dengan Ikhlas. Aku belajar mencintainya, seperti Tuhan mencintaiku. Aku tak pernah merasa tersakiti dalam keadaan apa pun, selama aku bersamanya.
Mungkin, aku yang belum beruntung dalam menjalani kehidupan cintaku. Kau beruntung, telah mendapatkan cinta yang besar darinya dan mendapatkan keturunan darinya. Aku turut bahagia dengan semua itu”
“Mengapa kau bisa setegar ini Ikhma, maafkan aku baru ku sadari, aku lah yang menjadi duri dalam daging untuk kehidupan cintamu, aku akan pergi dari kehidupan kalian ..”
“Tidak Lize, kau akan tetap di sini, bersama aku dan Mas Rifky. Iya kan, Mas?”
Aku hanya mengangguk, tak percaya ada wanita setegar Ikhma di dunia ini. Mungkin, ia adalah bidadari yang benar adanya, dan hatinya serupa dengan malaikat yang tak bersayap?
***
Sembilan bulan berlalu. Saat jam bekerja Ikhma menelponku mengabarkan kado bahagia, yang membuat hatiku bersuka cita. Akhirnya, Lize melahirkan sorang putri yang cantik jelita, itu artinya aku telah menjadi seorang ayah.
Kupandangi wajah istriku yang masih lemas di dalam kamar bersalin. Segera aku datangi Lize dan mencium keningnya. Aku meminta Ikhma dan Lize, tetap menjadi istri yang rukun dan ibu yang baik buat anak-anakku nantinya. Dan Ikhma pun, dengan perasaan suka menyetujuinya. Lize juga senang mendengar kabar kehamilan Ikhma, yang ternyata sudah memasuki bulan kedua.
Saat perjalanan pulang ke rumah bersama keluarga besarku. Kulihat senyuman itu manis sekali tengah memangku putri kecilku. Wajah Ikhma terlihat sangat cantik, dan tak bosan-bosan aku memandangnya. Cinta kurasakan hari itu teramat besar padanya, walau bukan terlambat untuk mencintainya. Tetapi setidaknya, aku sempat memberi cintaku padanya melebihi cinta yang kurasakan pada Lize sebelumnya.
Lize, tersenyum ke arahku dengan tatapan bahagia. Bahagia karena telah menjadi seorang ibu dan bisa menerima kemelut cinta yang telah kami hadapi bersama. Tapi, tak pernah ku sangka senyuman itu menjadi detik terakhir untuk kunikmati di hari bahagia dan keindahnya. Tuhan, telah memberikan jalan lain untukku.
Ia mengambil semua keindahan cinta di saat aku baru mengecap kisah kasih yang sempurna. Sebuah mobil datang dari arah pertigaan kota, lalu bertabrakan dengan mobil yang kukendarai. Kecelakaan maut itu telah merenggut nyawa istriku yang pertama.
Sebelum menghembuskan nafas terakhir, ia mengucapakan dua kalimat syahadat dengan fasihnya dan sempat berpesan padaku:
“A Rifky … Kau telah menjadi Ayah. Anak Lize, adalah anakku juga. Jagalah anak kita dan sahabatku, Lize. Jangan pernah kau sakiti hatinya, dan cintailah ia dengan cinta yang seutuhnya. Aku titip mereka padamu …”
“Iya, Mah …” Air mataku mengalir sambil merangkul tubuhnya. Kupeluk dan kuciumi wajahnya yang bersimbah darah di kepala.
“Jangan tinggalkan aku, Mah. Kau wanita yang kuat … Kau akan bisa bertahan, Mah …” teriakku dengan airmata yang membanjir.
Tuhan kiranya berkehandak lain. Jodoh, kehidupan, dan kematian, Tuhan lah pemilik dan pengaturnya. Sampai di penghujung nafasnya, ia mengucapkan kalimat syahadat dengan begitu fasihnya. Rohnya melayang pergi meninggalkan jasadnya. Ikhma pun tiada.
Penyesalanku memang tak berguna, tapi setidaknya aku sempat memberikan cinta yang besar padanya kurang lebih satu tahun sebelum kepergiannya, dengan cinta yang tak dapat kutebus untuk seumur hidupku.
Karena setelah kepergiannya, aku tak pernah bisa berhenti untuk mencintainya. Dia, memberiku kehidupan sebagai jantung kedua di hidupku. Mungkin jika saat itu orang tuaku tidak menjodohkan aku dengan wanita setegar dia, aku tak akan bisa bersama kembali dengan orang yang juga sangat kucintai, Lize.
“Jika Lize adalah cinta pertamaku, maka Ikhma telah menjadi cinta terakhirku ..
Jika Lize adalah cinta matiku, maka Ikhma lah sebagai cinta yang hidup dalam jiwaku ..
Jika lize adalah cinta suciku, maka Ikhma adalah cinta sejati di hidupku ..
Dan aku menunggu hari-hari indah itu kembali ..
Mengharapkan satu saat nanti …
Aku bertemu dengan anak dan istriku berkumpul kembali, di surga yang abadi …”
Maafkan aku Ikhma … yang tak sempat memberimu cinta, dari separu usiaku yang tertinggal. Semoga, kau diterima di sisi-Nya dan mendapatkan kebahagiaan abadi yang dikelilingi malaikat-malaikat putih yang menghias tidur panjangmu, dengan taman kehidupan wangi surgawi yang tak pernah pudar.
Kusimpan cintamu dalam kasih yang abadi di dalam kenanganku. Pertemuan yang kurindukan itu akan ada, setelah aku menyusulmu.
Aku, menunggu jantung keduaku untuk bisa segera bersamamu. Kita akan bertemu di sana bersama anak-anak kita. Di sini, kami selalu berdo’a kebaikan untukmu dan selalu merindukanmu.
Tidurlah yang damai, dan bersimpuhlah di keharibaan Tuhan yang selalu kau bangakan keagungan-Nya. Semoga, kau telah di tempatkan di surga firdaus-Nya. Aamiin …
~ o ~
Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya. Aamiin
Silahkan Klik “SUKA” dan “BAGIKAN”, Jika dinilai baik & bermanfaat bagi sahabat semua. Semoga menjadi kebaikan Kita semua.
(Cantumkan jika ada doa khusus, agar kami para jamaah bisa mengaminkannya)
Ya ALLAH…
✔ Muliakanlah orang yang membaca tausiah ini
✔ Entengkanlah kakinya untuk melangkah ke masjid
✔ Lapangkanlah hatinya
✔ Bahagiakanlah keluarganya
✔ Luaskan rezekinya seluas lautan
✔ Mudahkan segala urusannya
✔ Kabulkan cita-citanya
✔ Jauhkan dari segala Musibah
✔ Jauhkan dari segala Penyakit,Fitnah,Prasangka Keji,Berkata Kasar dan Mungkar.
✔ Dan dekatkanlah jodohnya untuk orang yang membaca dan membagikan tausiah ini.
Aamiin ya Rabbal’alami

30 Mar 2015

YANG MEMBUAT PEMUDA INI MENANGIS

APA YANG MEMBUAT PEMUDA INI MENANGIS?

Saya melakukan perjalanan pulang setelah melakukan safar yang cukup lama. Setelah mengambil posisi di pesawat, qadarullah, posisiku di dekat sekelompok pemuda yang doyan hura-hura. Ketika tertawa dibuat terbahak-bahak, dan terlalu banyak bersenda gurau. Tempat itupun penuh dengan bau rokok mereka.
Ketika itu, pesawat penuh penumpang, sehingga tidak memungkinkanku untuk berpindah tempat. Ingin sekali aku pergi dari tempat ini, biar aku bisa istirahat. Sesak rasanya duduk bersama mereka. Aku hanya bisa menenangkan pikiranku dengan mengeluarkan mushaf dan membaca Al-Quran dengan suara pelan.
Beberapa saat kemudian, kondisi mulai tenang. Ada diantara pemuda ramai itu mulai membaca koran, ada yang sudah mulai tidur. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan salah satu pemuda yang hura-hura duduk di sampingku: cukup..cukup…! Saya mengira dia merasa terganggu dengan suaraku. Akupun minta maaf, dan melanjutkan baca Al-Quran dengan suara pelan yang hanya bisa kudengar.
Tiba-tiba orang itu menutupi wajahnya dengan tangannya, kepalanya naik turun, maju mundur, dengan respon kasar dia memarahi saya: ‘Saya sudah minta kamu untuk diam, diam. Saya gak sabar!’ Diapun langsung pergi meninggalkan tempat duduknya, menghilang dari pandanganku. Sampai akhirnya dia kembali. Dia minta maaf, dan menyesali perbuatannya, kemudian tenang di tempat duduknya.
Saya tidak tahu, apa yg sedang terjadi. Tapi setelah tenang sejenak, dia melihat saya dan air matanya mengalir. Di situlah dia mulai bercerita:
Sudah kurang lebih tiga tahun, saya belum pernah meletakkan dahiku untuk sujud, saya tidak menyentuh sedikitpun satu ayat dalam Al-Quran. Sebulan ini saya melakukan traveling. Hampir semua maksiat telah aku cicipi dalam perjalanan ini.
Aku mendengar anda membaca Al-Quran. Terasa hitam dunia di wajahku. Sesak dadaku. Aku merasa sangat hina. Aku merasa semua ayat yang engkau baca menghantam jasadku, layaknya cambuk. Akupun bingung dan bertanya pada diriku: ‘Sampai kapan kelalaian ini akan kualami?’ ‘Kemana lagi aku harus melaju?’ ‘Setelah piknik penuh hura-hura ini apalagi yang harus aku lakukan?’ Lalu tadi aku ke toilet. Tahu kenapa? Saya ingin menangis sejadinya, dan tidak ada tempat yang terlihat manusia, selain toilet.”
Akupun menasehatinya untuk bertaubat, kembali kepada Allah. Setelah itu dia terdiam. Ketika pesawat mendarat. Dia memintaku ngobrol sejenak. Seolah dia ingin menjauh dari kawan-kawannya. Semangat kesungguhan untuk bertaubat sangat kelihatan dari raut wajahnya. Dia bertanya: “Apa mungkin Allah akan menerima taubatku?” Kujawab dengan firman Allah, ‘Apakah anda pernah membaca firman Allah,
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Az-Zumar: 53)
Dia mulai senyum kecil, senyum penuh harapan dan air matanya berlinangan. Dia menyampaikan kepadaku: “Saya janji, saya akan kembali kepada Allah.”

PELAJARAN:

Manusia adalah makhluk lemah. Tak kuasa untuk bersih dari dosa dan maksiat. Ditambah dengan godaan pasukan iblis yang berusaha selalu menyeretnya ke dunia hitam. Tidak ada yang maksum kecuali para Nabi yang Allah lindungi dari dosa besar. Di saat yang sama, Allah membuka pintu taubat yang seluas-luasnya, agar mereka tidak putus asa dari rahmat Sang Pencipta. Tinggal satu yang perlu digugah: Kapan saatnya kita mau bertaubat?
Jika Allah sangat menyayangi kita, mengapa diri kita tidak menyayangi diri kita sendiri.
Dalam perjalanan pulang dari peperangan, kaum muslimin membawa kemenangan besar. Mereka pulang dengan membawa harta rampasan dan tawanan. Tiba-tiba ada seorang ibu diantara tawanan itu, yang kebingungan mencari anaknya. Sampai akhirnya ketemu dan dia susui. Melihat hal ini, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada para sahabat,
أتروْن هذه طارحةً ولدَها في النار؟
“Mungkinkah wanita ini akan melemparkan anaknya ke api?”
Para sahabat spontan menjawab: “Demi Allah, tidak mungkin.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian menimpali:
الَلَّهُ أرحمُ بعباده مِن هذه بولدها
“Allah lebih menyayangi hamba-Nya, dari pada kasih sayang ibu ini kepada anaknya.” (HR. Bukhari).Bukhari).

Nasehat AGAMA ISLAM kisah mengharukan

Kisah Sedih Seorang Ibu( WAJIB BACA )
Jalannya sudah tertatih-tatih, karena
usianya sudah lebih dari 70 tahun, sehingga
kalau tidak perlu sekali, jarang ia bisa dan
mau keluar rumah. Walaupun ia
mempunyai seorang anak perempuan, ia harus tinggal di rumah
jompo, karena kehadirannya tidak
diinginkan. Masih teringat olehnya, betapa
berat penderitaannya ketika akan
melahirkan putrinya tersebut. Ayah dari
anak tersebut minggat setelah menghamilinya tanpa mau bertanggung
jawab atas perbuatannya. Di samping itu
keluarganya menuntut agar ia
menggugurkan bayi yang belum dilahirkan,
karena keluarganya merasa malu
mempunyai seorang putri yang hamil sebelum nikah, tetapi ia tetap
mempertahankannya, oleh sebab itu ia
diusir dari rumah orang tuanya. Selain aib
yang harus di tanggung, ia pun
harus bekerja berat di pabrik untuk
membiayai hidupnya. Ketika ia melahirkan putrinya, tidak ada seorang pun yang
mendampinginya. Ia tidak mendapatkan
kecupan manis
maupun ucapan selamat dari siapapun
juga, yang ia dapatkan hanya cemohan,
karena telahelahirkan seorang bayi haram tanpa bapa. Walaupun demikian ia merasa
bahagia
sekali atas berkat yang didapatkannya dari
ALLAH SWT di mana ia telah dikaruniakan
seorang putri. Ia berjanji akan memberikan
seluruh kasih sayang yang ia miliki hanya untuk putrinya
seorang, oleh sebab itulah putrinya diberi
nama Love - Kasih. Siang ia harus bekerja
berat di pabrik dan di
waktu malam hari ia harus menjahit sampai
jauh malam, karena itu merupakan penghasilan tambahan yang ia bisa
dapatkan. Terkadang ia harus menjahit
sampai jam 2
pagi, tidur lebih dari 4 jam sehari itu adalah
sesuatu kemewahan yang tidak pernah ia
dapatkan. Bahkan Sabtu Minggu pun ia masih bekerja menjadi pelayan restaurant.
Ini ia lakukan semua agar ia bisa membiayai
kehidupan maupun biaya sekolah putrinya
yang tercinta. Ia tidak mau menikah lagi,
karena ia masih tetap mengharapkan,
bahwa pada suatu saat ayah dari putrinya akan datang balik kembali kepadanya, di
samping itu ia tidak mau memberikan ayah
tiri kepada putrinya. Sejak ia melahirkan
putrinya ia menjadi
seorang vegetarian, karena ia tidak mau
membeli daging, itu terlalu mahal baginya, uang untuk daging yang seyogianya ia bisa
beli, ia sisihkan untuk putrinya. Untuk dirinya
sendiri ia tidak pernah mau
membeli pakaian baru, ia selalu menerima
dan memakai pakaian bekas pemberian
orang, tetapi untuk putrinya yang tercinta, hanya yang terbaik dan terbagus ia
berikan, mulai dari pakaian sampai dengan
makanan. Pada suatu saat ia jatuh sakit,
demam
panas. Cuaca di luaran sangat dingin sekali,
karena pada saat itu lagi musim . Ia telah menjanjikan untuk memberikan
sepeda sebagai hadiah Ulang tahunyaa
untuk putrinya, tetapi ternyata uang yang
telah dikumpulkannya belum
mencukupinya. Ia tidak ingin
mengecewakan putrinya, maka dari itu walaupun cuaca diluaran
dingin sekali, bahkan dlm keadaan sakit dan
lemah, ia tetap memaksakan diri untuk
keluar rumah dan bekerja. Sejak saat
tersebut ia kena penyakit rheumatik,
sehingga sering sekali badannya terasa sangat nyeri sekali. Ia ingin memanjakan
putrinya dan
memberikan hanya yang terbaik bagi
putrinya walaupun untuk ini ia harus
bekorban, jadi dlm keadaan sakit ataupun
tidak sakit ia tetap bekerja, selama hidupnya ia tidak pernah absen bekerja demi putrinya
yang tercinta. Karena perjuangan dan
pengorbanannya
akhirnya putrinya bisa melanjutkan studinya
diluar kota. Di sana putrinya jatuh cinta
kepada seorang pemuda anak dari seorang konglomerat beken. Putrinya tidak
pernah mau mengakui bahwa ia masih
mempunyai orang tua. Ia merasa malu
bahwa ia ditinggal minggat
oleh ayah kandungnya dan ia merasa malu
mempunyai seorang ibu yang bekerja hanya sebagai babu pencuci piring di
restaurant. Oleh sebab itulah ia mengaku
kepada calon suaminya bahwa kedua
orang tuanya sudah meninggal dunia.
Pada saat putrinya menikah, ibunya hanya
bisa melihat dari jauh dan itupun hanya pada saat upacara pernikahan. Ia tidak
diundang, bahkan kehadirannya
tidaklah diinginkan, sambil mendoakan agar
ALLAH SWT selalu melindungi dan meridoi
putrinya yang tercinta. Sejak saat itu
bertahun-tahun ia tidak mendengar kabar dari putrinya, karena ia
dilarang dan tidak boleh menghubungi
putrinya. Pada suatu hari ia membaca di
koran
bahwa putrinya telah melahirkan seorang
putera, ia merasa bahagia sekali mendengar berita bahwa ia sekarang telah
mempunyai seorang cucu. Ia sangat
mendambakan sekali untuk bisa
memeluk dan menggendong cucunya,
tetapi ini tidak mungkin, sebab ia tidak boleh
menginjak rumah putrinya. Untuk ini ia berdoa tiap hari kepada ALLAH
SWT, agar ia bisa mendapatkan
kesempatan untuk melihat dan bertemu
dengan anak dan cucunya, karena
keinginannya sedemikian besarnya untuk
bisa melihat putri dan cucunya, ia melamar dengan menggunakan nama palsu untuk
menjadi babu di rumah keluarga putrinya.
Ia merasa bahagia sekali, karena
lamarannya diterima dan diperbolehkan
bekerja disana. Di rumah putrinya ia bisa
dan boleh menggendong cucunya, tetapi bukan
sebagai Oma dari cucunya melainkan
hanya sebagai babu dari keluarga tersebut.
Ia merasa berterima kasih sekali kepada
allah swt, bahwa ia permohonannya telah
dikabulkan. Di rumah putrinya, ia tidak pernah
mendapatkan perlakuan khusus, bahkan
binatang peliharaan mereka jauh lebih
dikasihi oleh putrinya daripada dirinya
sendiri. Di samping itu sering sekali dibentak
dan dimaki oleh putri dan anak darah
dagingnya sendiri, kalau hal ini terjadi ia
hanya bisa berdoa sambil menangis di dlm
kamarnya yang kecil di belakang dapur. Ia
berdoa agar ALLAH SWT mau
mengampuni kesalahan putrinya, ia berdoa agar hukuman tidak dilimpahkan kepada
putrinya, ia berdoa agar hukuman itu
dilimpahkan saja kepadanya, karena ia
sangat menyayangi putrinya. Setelah
bekerja bertahun-tahun sebagai
babu tanpa ada orang yang mengetahui siapa dirinya dirumah tersebut, akhirnya ia
menderita sakit dan tidak bisa bekerja lagi.
Mantunya merasa berhutang budi kepada
pelayan tuanya yang setia ini sehingga ia
memberikan kesempatan untuk
menjalankan sisa hidupnya di rumah jompo. Puluhan tahun ia tidak bisa dan tidak boleh
bertemu lagi dengan putri kesayangannya.
Uang pension yang ia dapatkan selalu ia
sisihkan dan tabung untuk putrinya, dengan
pemikiran siapa tahu pada suatu saat ia
membutuhkan bantuannya. Pada tahun lampau beberapa hari, ia jatuh
sakit lagi, tetapi ini kali ia merasakan bahwa
saatnya sudah tidak lama lagi. Ia
merasakan bahwa ajalnya sudah
mendekat. Hanya satu keinginan yang ia
dambakan sebelum ia meninggal dunia, ialah untuk
bisa bertemu dan boleh melihat putrinya
sekali lagi. Di samping itu ia ingin
memberikan seluruh
uang simpanan yang ia telah kumpulkan
selama hidupnya, sebagai hadiah terakhir untuk putrinya. Suhu diluaran telah
mencapai 17 derajat di
bawah nol dan salujupun turun dengan
lebatnya, jangankan manusia anjingpun
pada saat ini tidak mau keluar rumah lagi,
karena di luaran sangat dingin, tetapi Nenek tua ini tetap memaksakan diri untuk
pergi ke rumah putrinya. Ia ingin betemu
dengan putrinya sekali lagi
yang terakhir kali. Dengan tubuh menggigil
karena kedinginan, ia menunggu
datangnya bus berjam-jam di luaran. Ia harus dua kali ganti bus, karena jarak
rumah jompo tempat di mana ia tinggal
letaknya jauh dari rumah putrinya. Satu
perjalanan yang jauh dan tidak mudah bagi
seorang nenek tua yang berada dlm
keadaan sakit. Setiba di rumah putrinya dlm keadaan lelah
dan kedinginan ia mengetuk rumah
putrinya dan ternyata purtinya sendiri yang
membukakan pintu rumah gedong di mana
putrinya tinggal. Apakah ucapan selamat
datang yang diucapkan putrinya ? Apakah rasa bahagia bertemu kembali
dengan ibunya? Tidak! Bahkan ia ditegor:
"Kamu sudah bekerja di rumah kami
puluhan tahun sebagai pembantu, apakah
kamu tidak tahu bahwa untuk pembantu
ada pintu khusus, ialah pintu di belakang rumah!" "Nak, Ibu datang bukannya untuk
bertamu
melainkan hanya ingin memberikan hadiah
ulang tahun untukmu. Ibu ingin melihat
kamu sekali lagi, mungkin
yang terakhir kalinya, bolehkah saya masuk sebentar saja, karena di luaran dingin sekali
dan sedang turun salju. Ibu sudah tidak kuat
lagi nak!" kata wanita tua itu. "Maaf saya
tidak ada waktu, di samping itu
sebentar lagi kami akan menerima tamu
seorang pejabat tinggi, lain kali saja. Dan kalau lain kali mau datang telepon
dahulu, jangan sembarangan datang
begitu saja!" ucapan putrinya dengan nada
kesal.
Setelah itu pintu ditutup dengan keras. Ia
mengusir ibu kandungnya sendiri, seperti juga mengusir seorang pengemis. Tidak
ada rasa kasih, jangankan kasih,
belas kasihanpun tidak ada. Setelah
beberapa saat kemudian bel rumah bunyi
lagi, ternyata ada orang mau pinjam
telepon di rumah putrinya "Maaf Bu, mengganggu, bolehkah kami
pinjam teleponnya sebentar untuk
menelpon ke kantor polisi, sebab di halte
bus di depan ada seorang nenek
meninggal dunia, rupanya ia mati
kedinginan!" Wanita tua ini mati bukan hanya kedinginan
jasmaniahnya saja, tetapi juga
perasaannya. Ia sangat mendambakan
sekali kehangatan
dari kasih sayang putrinya yang tercinta
yang tidak pernah ia dapatkan selama hidupnya. Seorang Ibu melahirkan dan
membesarkan
anaknya dengan penuh kasih sayang
tanpa mengharapkan pamrih apapun juga.
Seorang Ibu bisa dan mampu memberikan
waktunya 24 jam sehari bagi anak- anaknya, tidak ada perkataan siang
maupun malam, tidak ada perkataan lelah
ataupun tidak
mungkin dan ini 366 hari dlm setahun.
Seorang Ibu mendoakan dan mengingat
anaknya tiap hari bahkan tiap menit dan ini sepanjang masa. Bukan hanya setahun
sekali saja pada hari-hari tertentu. Kenapa
kita baru bisa dan mau
memberikan bunga maupun hadiah
kepada Ibu kita hanya pada waktu hari Ibu
saja "Mother's Day" sedangkan di hari-hari lainnya tidak pernah mengingatnya, boro-
boro memberikan hadiah, untuk menelpon
saja kita tidak punya waktu. Kita akan bisa
lebih membahagiakan Ibu
kita apabila kita mau memberikan sedikit
waktu kita untuknya, waktu nilainya ada jauh lebih besar daripada bunga maupun
hadiah. Renungkanlah: Kapan kita terakhir
kali
menelpon Ibu? Kapan kita terakhir
mengundang Ibu? Kapan terakhir kali kita
mengajak Ibu jalan-jalan? Dan kapan terakhir kali kita memberikan kecupan
manis dengan ucapan terima kasih kepada
Ibu kita? Dan kapankah kita terakhir kali
berdoa untuk Ibu kita? Berikanlah kasih
sayang selama Ibu kita
masih hidup, percuma kita memberikan bunga maupun tangisan apabila Ibu telah
berangkat, karena Ibu tidak akan bisa
melihatnya lagi Semoga tulisan ini dapat
membuka pintu
hati kita yang telah lama terkunci ... Semoga
bermanfaat dan Penuh Kebarokahan dari Allah ...
Silahkan DICOPAS atau DI SHARE jika
menurut sahabat note ini bermanfaat .... #
BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA
ILAHI# Subhanallah wabihamdihi
Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa'atuubu Ilaik 
Wa'atuubu Ilaik ..